Stasiun Tanjung Priok: Tantangan Untuk Berintegrasi

 

Ketika turun dari angkutan umum di Terminal Tanjung Priok, dengan mudah Anda mendapati sebuah bangunan berwarna putih kusam dengan tiang bendera merah-putih tertancap di atas atap datarnya. Itu dia, Stasiun Tanjung Priok yang menurut kabar akan difungsikan kembali. Meski terlihat kusam, stasiun tersebut masih tampak kokoh dan megah. Ada sumber yang mengatakan kalau bangunan tersebut dibangun tahun 1918. Sumber lainnya mengatakan antara tahun 1924-1925.

Dari tampak luar, bangunan bergaya arsitektur Art Deco berdiri kokoh di Jalan Taman Stasiun Tanjung Priok. Langgam berciri geometris tersebut dapat dilihat dari detail ventilasi kaca patri dengan bingkai kayu berbentuk persegi. Ventilasi-ventilasi yang ada menciptakan irama tersendiri pada bagian fasad bangunan. Massa bangunan pun terlihat dinamis, dengan adanya satu bagian yang timbul dari tengah bangunan utama.

Sewaktu berada di dalam stasiun itu, memang tidak seperti di dalam stasiun kereta api lainnya. Kondisinya sepi, gelap, kotor, dan berbau tak sedap. Meski demikian, kemegahan tetap dapat dilihat dari dinding-dinding yang dibuat tinggi. Bagian ini sebagian dilapisi dengan batu alam persegi berwarna biru atau hijau dan sebagian lainnya dicat tembok. Selain kesan megah, peninggian dinding juga dapat berfungsi untuk pencahayaan alami. Misalnya saja di lantai dasar dekat dengan ruang loket terdapat hall yang dulu berfungi sebagai ruang tunggu penumpang. Ruang inilah yang memberi kesan dinamis pada bangunan utama dari tampak luar.

 

IMG_5314 (2).JPG
Dari Pintu Masuk Utama Stasiun

Pada bagian lantai, bentuk persegi mendominasi ruang-ruang yang ada. Misalnya saja lantai di peron yang berbentuk segi empat 10×10 cm dan berwarna merah kecoklatan. Sayangnya, di beberapa ruangan sudah tidak lagi berkeramik sehingga hanya tertinggal semen saja.

IMG_5319 (2).JPG
Kantor Kepala Stasiun

Yang selanjutnya menarik mata adalah bentuk atap lengkung berstruktur baja yang berfungsi sebagai pelindung peron. Bahan atap adalah seng bercat hijau yang sudah terlihat karat di sana-sini. Namun atap tersebut tidak seluruhnya terbungkus seng. Di setiap penurunan atap terdapat sisi bukaan untuk pencahayaan alami yang diisi dengan kaca berbentuk segi empat. Bukaan ini terdapat pula di bagian depan dan belakang atap.

 

IMG_5307 (2)
Jalur Kereta
IMG_5354 (2)
Ruang Tunggu Penumpang

Di bawah atap lengkung tersebut terdapat jalur rel yang dapat digunakan untuk empat kereta api yang masing-masing mengangkut delapan gerbong. Namun, saat ini tidak seluruh jalur berfungsi, karena Stasiun Tanjung Priok hanya melayani transportasi kereta barang ekspor-impor dari pelabuhan. “Kereta biasanya mulai aktif pukul 11 malam hingga 5 pagi,” ungkap Subur Toyib, Kepala Stasiun Tanjung Priok yang baru menjalani masa jabatan selama tiga bulan.

Pemfungsian Kembali

Stasiun Tanjung Priok resmi tidak melayani kereta penumpang pada Januari 2000. Jumlah penumpang yang semakin sedikit sehingga tidak menutup biaya operasional menjadi alasan utama. Sebelumnya stasiun ini melayani beberapa rute ke luar Jakarta, seperti Solo, Surabaya, atau Semarang. Namun dalam perjalanan waktu, ternyata kebutuhan akan Stasiun Tanjung Priok sebagai penyedia moda kereta api untuk penumpang kian mendesak. Oleh karena itu rencana pemfungsian kembali pun disusun. “Apabila telah berfungsi, stasiun peninggalan Belanda ini akan lebih tertata,“ ujar Subur.

Rencana pemfungsian kembali Stasiun Tanjung Priok ditangani langsung oleh Direktorat Jenderal Kereta Api (Dirjen KA) dan akan dilaksanakan mulai awal November 2008. Pengaktifan jalur kereta penumpang akan dilaksanakan pada 2009. Rute Tanjung Priok – Ancol – Kota ini nantinya akan difasilitasi dengan kereta api jenis ekonomi AC. Sayang, hingga berita ini dibuat, konsep pemfungsian kembali Stasiun Tanjung Priok dari Dirjen KA masih belum tersedia.

Meski tinggal beberapa bulan lagi menuju 2009, namun saya belum melihat adanya kegiatan untuk menunjang pemfungsian kembali stasiun tersebut. “Sementara ini, PT Kereta Api (PT KA) akan ‘membersihkan’ para penghuni rumah tidak permanen di sepanjang rel kereta. Selain itu, dengan biaya dari Dirjen KA, kami akan merenovasi seluruh stasiun namun tidak merubah bangunannya karena termasuk cagar budaya,” ungkap Subur. Ia juga menyatakan bahwa Pemerintah setempat hanya memperbolehkan mengganti atap yang bocor dan pengelupasan dinding untuk diperbaharui lagi. Fungsi-fungsi ruangan pun akan dikembalikan seperti semula. Dengan risiko, para agen perjalanan yang menempati ruang-ruang di bagian depan stasiun untuk sementara waktu dipindah.

IMG_5363 (2).JPG
Kantor Agen Perjalanan

Di atas tanah seluas 46.930 meter persegi, bangunan utama yang memiliki luas 3.768 meter persegi ini terdiri dari dua lantai. Saat ini yang berfungsi hanya lantai dasar yang memiliki ruang berfungsi kantor dan sebuah karaoke. Ruang lainnya seperti tempat penjualan tiket, peron, restoran, penginapan dan ruang bawah tanah, kini tidak berfungsi. Kondisi serupa terjadi pada lantai dua yang berisi kamar-kamar yang pada zaman Belanda digunakan sebagai penginapan.

IMG_5350 (2).JPG
Loket

Stasiun ini sebenarnya memiliki tiga pintu masuk. Namun karena tidak lagi melayani kereta penumpang, saat ini hanya satu yang masih dibuka, yaitu pada Jalan Taman Stasiun Tanjung Priok. Sedangkan pintu masuk dari Jalan Tenggiri dan Jalan Tongkol, ditutup.

Stasiun Sebagai Tempat Perpindahan Antar Moda

Letak Stasiun Tanjung Priok berada diantara pelabuhan, terminal angkutan umum, dan halte Trans Jakarta koridor X. “Posisi ini sudah bagus,“ ungkap Jachrizal Sumabrata, peneliti bidang transportasi perkotaan pada Pusat Kajian Wilayah dan Perkotaan (PUSWIKA) Universitas Indonesia. Karena bagusnya posisi, semakin besar pula tantangan yang harus dihadapi stasiun ini.

Kereta api memiliki potensi sebagai angkutan umum kapasitas besar. Idealnya ia bisa mengangkut 10.000-15.000 orang per jam per arah. Lalu bagaimana untuk mendapatkan penumpang sebanyak itu? Adalah yang dinamakan feeder. Feeder berfungsi untuk mengumpulkan orang dari berbagai area untuk berjalan atau berpindah ke satu titik. “Keberhasilan dari sebuah stasiun dapat juga dilihat dari kemudahan (calon penumpang) mengakomodir feeder,” ujar Jachrizal. Selain itu, kereta api yang ideal seharusnya tepat jadwal, memiliki kapasitas penumpang yang memadai, aman, dan nyaman.

Stasiun pun juga memiliki syarat tertentu agar dapat dikatakan ideal. “Setidaknya stasiun memiliki tempat perpindahan orang yang mudah, ada fungsi komersial, dan nyaman,” ungkap Jachrizal. Kemudahan yang dimaksud adalah saat penumpang hendak berganti moda. Ketika turun dari kereta api kemudian melanjutkan naik bus, mereka tidak perlu lagi jalan beratus-ratus meter. Sayangnya, hingga saat ini stasiun-stasiun di Jakarta belum mampu berfungsi pula sebagai tempat perpindahan moda. Stasiun hanya dianggap sebagai tempat menunggu kereta api saja. “Padahal orang turun dari kereta api tidak kemudian untuk naik kereta api lagi. Tapi pasti beralih ke moda lain,” ujar Jachrizal.

IMG_5317 (2).JPG
Terminal Tanjung Priok dari dalam Stasiun Tanjung Priok

Lalu apa kata kunci agar stasiun dapat berfungsi menjadi tempat perpindahan antar moda? Integrasi. Dari segi desain, tempat pemberhentian kereta api dan bus dapat diletakkan menjadi satu kawasan, sehingga penumpang tidak sulit untuk berpindah moda. Oleh karena adanya kawasan pemberhentian yang menyatu ini, maka diperlukan satu pengelolaan yang terintegrasi pula antar stakeholder terkait agar tidak terjadi tumpang tindih kepentingan.

Stasiun Tanjung Priok kini memiliki banyak pekerjaan rumah. Dari mempercantik fisik bangunan, menambah fasilitas, dan berintegrasi dengan moda sekitarnya. Bila ingin menunjukkan eksistensi, Stasiun Tanjung Priok memang harus berupaya keras memenuhi persyaratan menjadi stasiun yang sesungguhnya: memudahkan penumpang beralih moda dengan aman dan nyaman.

 

Catatan: Pada awalnya tulisan yang dibuat pada 13 November 2008 ini, dibuat untuk kebutuhan penyusunan artikel pada sebuah majalah arsitektur. Namun karena satu dan lain hal, tulisan ini batal naik. Tulisan telah saya perbaiki seperlunya pada 17 Agustus 2016.