Setelah Hujan Turun

Dengarkah kau rintik hujan itu? Mereka saling mendahului untuk segera jatuh ke bumi dan menyegarkan udara. Memberi minum banyak pohon liar di kota ini, menambah kantung air resapan di tiap rumah untuk kebutuhan hidup, meski juga menggenangi jalan-jalan utama. “Banjir, banjir!!” terdengar teriakan setiap hujan turun. Padahal mereka tak salah, ini memang musim penghujan. Yang salah penduduk kota yang tak pernah mau sadar tentang kebersihan dan memberikan jalur khusus bagi air yang turun dari langit itu. “Sial, hujan terus! Bisa banjir rumah kami!” lagi-lagi terdengar keluh kesah penduduk kota. Dan ya, hujan tak pernah salah.

Dengarkah kau angin yang datang bersama rintik hujan tadi? Entah, akhir-akhir ini cuaca tak tentu. Di beberapa daerah ada puting beliung yang meratakan rumah-rumah penduduk. Ada beberapa yang tewas karenanya. Kata para ahli iklim, akibat pemanasan global kondisi alam jadi tak menentu. Kau tahu siapa pencipta pemanasan global? Ya manusia, aku juga. Ah, dosa apa ini bila akhirnya anak-anak (dan juga kau) yang akan merasakan dampaknya nanti. Kutub mencair, permukaan air laut semakin tinggi yang berakibat pada tenggelamnya pulau-pulau. Menakutkan! Kiamat, sayang? Entah. Tapi semoga kau masih bisa mendengar rintik hujan dan angin yang menemaninya turun ke bumi ini.

Meski demikian, masih banyak hal yang perlu kau lihat nanti. Keindahan bumi dan berbagai keunikan manusia di dalamnya. Ada yang bak malaikat, sejahat iblis pun tak sedikit. Tapi, tenang. Sejak kau terus punya iman, semuanya akan baik-baik saja. Atau lihat saja hewan-hewan lucu yang ada di kebun binatang. Kau pasti akan suka! Karena ketika di mata mereka selalu ada damai atau sedih karena berada di dalam sangkar? Ah, di kota ini sudah tak ada hutan untuk habitat mereka. Mau tak mau, supaya tetap hidup, mereka berada di situ. Aku janjikan kau pergi ke sana.

Ketika nanti kau hadir di bumi ini, biar alam dan isinya bercerita sendiri padamu.

 

beji, 1 maret 2012

 

Tanda

Dalam ingin dan harap hidup, semangat tak kenal menyerah harus ada supaya mimpi berwujud, bukan sekadar angan. Namun dalam tiap hari perjalanan di dunia ini, kita perlu pandai membaca tanda Alam. Dewi ‘Dee’ Lestari, penulis novel diantaranya Supernova dan Madre, mencipta lagu ‘Firasat’. Salah satu potongan liriknya seperti ini:

…Sayangku
Kupercaya Alam pun berbahasa
Ada makna dibalik semua pertanda
Firasat ini
Rasa rindukah ataukah tanda bahaya
Aku tak peduli
Kuterus berlari ….

Saya suka kata-kata: ‘kupercaya Alam pun berbahasa/ada makna di balik semua pertanda’. Alam selalu memberi tanda lewat suasana di tempat kita hidup. Alam juga menunjukkannya lewat tingkah laku manusia dengan manusia. Ketika kita terus mencari ingin namun kesempatan tak pernah ada, meski usaha sudah menghabiskan tenaga. Ketika kita sudah bekerja sungguh namun hasilnya tak pernah memuaskan orang lain bahkan mereka tak menghargai sedikit pun upaya kita.

Atau saat rasa sayang kita bertumbuh namun yang disayang pergi dengan orang lain; saat harus meninggalkan tempat kerja karena ketidakadilan; saat harus kehilangan berbagai hal yang seharusnya menjadi milik kita. Itulah saatnya istirahat dan menyadari kemampuan diri, kemudian membiarkan Alam mengembalikan kita pada jalur seharusnya. Seharusnya menurutNya, bukan kita.

Meski sakit, pahit, itu bagian dari pengalaman untuk menjadi pribadi yang cermat membaca tanda. Dan tenang saja, Ia akan memberikan sesuatu yang lebih berharga dan lebih indah.

Beji, 8:14 PM